Membimbing Anak Memahami Kodrat
Oleh:
Ummu Haqqi (Peserta Parade Parenting Quki School 2021, dari Palembang)
“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.”
Ali bin Abi Thalib
Tak bisa dipungkiri, kehidupan modern yang kita rasakan saat ini kaya akan materi tapi miskin spiritual. Tentu saja hal ini menimbulkan segudang konflik dalam hal pengasuhan; anak kehilangan status dan hidup jauh dari kodratnya sebagai hamba Allah. Karena itulah kita harus mendidik anak sesuai dengan zamannya.
Ketika jasad kehilangan ruh maka akan lahirlah jiwa yang rapuh
Miskin spiritual berdampak pada kematangan emosional, yang membuat anak tidak mampu berpikir cemerlang dalam bersikap. Spontanitas yang mereka pertontonkan menambah buruknya potret anak pada zaman ini.
Lihat saja kegilaan yang terjadi berulang-ulang pada anak tanpa ada yang berani mencegah. Beberapa fakta yang tak bisa dipungkiri dengan kejadian demi kejadian yang membuat miris; tingginya angka bunuh diri di kalangan remaja, anak yang tega membunuh ibunya, menggelar pesta seks, diikuti narkoba dan miras, berujung pada perilaku seks bebas, aborsi, hamil di luar nikah, dan kasus perkosaan. Dunia tak lagi bersahabat pada anak. Lalu siapa yang bertanggung jawab?
Era digital telah mengubah semuanya
Tak bisa dipungkiri, menyatunya dunia maya dan realita menjadi salah satu sebab atas kerusakan besar terhadap psikologi dan sosial anak. Anak-anak yang terlahir sebagai Gen Z telah terpapar racun digital sejak mereka dilahirkan dengan rekam jejak kelahirannya. Disadari atau tidak, orangtualah yang pertama kali memberikan rangsangan ini. Racun digital ini dikenal dengan fenomena Popcorn Brain dan Matang Semu.
Popcorn Brain adalah kondisi otak yang selalu terpapar dengan layar digital sehingga menghasilkan stimulus yang kuat seperti meletup-letup. Akibatnya, anak selalu ingin mencari hal-hal yang brutal, impulsive, dan menarik. Keadaan ini berdampak terhadap turunnya daya ingat dan lemahnya konsentrasi.
Sementara Matang Semu adalah kondisi anak yang secara fisik sudah dikatakan remaja akhir, tapi belum memiliki kematangan. Anak tidak mampu mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya sendiri serta mengabaikan norma yang berlaku. Di sini anak mengalami dekandesi moral.
Namun, dilema learning from home selama pandemi covid-19, adalah anak terikat dengan gadget. Kita perlu bersikap bijak ketika memberi gadget pada anak; apakah dipinjamkan, diberi dengan pengawasan, atau pemberian penuh.
Tugas orangtua adalah mengantarkan anak untuk memahami kodratnya
Memiliki konsep parenting yang jelas adalah suatu keniscayaan bagi orangtua. Bagaimana mungkin bisa memberikan sesuatu kepada anak, jika orangtua tidak memiliki apa-apa. Sejatinya menjadi orangtua adalah proses pembelajaran. Ketika orangtua berusaha menjadi saleh, maka akan menuai kesalehan dari anak-anaknya.
Dengan meyakini kodrat manusia adalah sebagai hamba Allah, maka hidup harus terikat dengan hukum-Nya dan menjadikan akidah Islam sebagai pondasi hidup. Konsep inilah yang akan di-tuning-kan kepada anak dalam memaksimalkan potensinya, sehingga anak memiliki kecerdasan multi-intelligences.
Akidah Islam sebagai Pondasi Hidup
Keyakinan yang benar akan melahirkan pemahaman yang kuat pada anak; percaya adanya Allah, hidup hanya untuk Allah dan akan kembali kepada Allah. Konsep akidah ini harus tertanam kuat pada anak, sehingga pada setiap aktivitas yang dilakukan mereka akan mampu menghadirkan Allah.
Keteladan
Anak adalah cerminan orangtuanya. Menjadi teladan adalah ketika orangtua mampu menunjukkan sikap yang nyata, bukan hanya berkata-kata. Segudang nasihat tidak akan menjadikan anak lebih baik, karena anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak memiliki sifat imitasi yang dengan mudah mencontoh apa yang mereka lihat.
Ayah sebagai Leader
Kewajiban ayah adalah memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Karena kelak ayahlah yang akan dimintai pertanggungjawaban dalam pendidikan anaknya. Seorang ayah yang paham akan perannya, tentu tak akan tinggal diam dengan alasan lelah mencari nafkah. Bahkan sejak awal seorang ayah harus mulai bertanggungjawab dalam pendidikan anaknya dengan memilih calon ibu yang tangguh untuk anak-anaknya kelak.
Halaqah Keluarga
Menghadirkan halaqah dalam keluarga sebagai kegiatan rutinitas akan menjadikan anak mencintai ilmu. Manisnya iman akan terasa jika dibersamai dengan ilmu. Halaqah keluarga adalah salah satu cara yang tepat dalam menanamkan akidah Islam kepada anak.
Storytelling
Budaya literasi akan sangat membantu pola pengasuhan dalam keluarga. Mendekatkan anak dengan buku akan menjalin kedekatan emosional antara anak dan orangtua. Orangtua yang meluangkan waktu bersama anak untuk bercerita akan meningkatkan konsentrasi anak, sehingga anak memiliki kemampuan menangkap pesan dalam sebuah cerita yang menjadi modal bagi anak untuk berpikir cerdas. []
0 Comments