Perkataan Guru Menjadi Kenyataan
Ini adalah kisah Abu Yusuf.
Ketika belajar, meskipun kecil, siapapun pasti pernah mengalami hambatan. Betul tidak? Teman-teman pernah merasakannya? Begitulah hidup. Penuh ujian, walaupun dalam jalan kebaikan. Abu Yusuf atau yang bernama asli Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshori. Lahir pada tahun 113 H.
Sejak kecil sangat mencintai ilmu, terutama dalam bidang hadis dan fikih. Namun, kedua orang tuanya kurang mendukung. Bukan karena tidak mencintai ilmu. Melainkan karena kesulitan hidup yang dialami. Abu Yusuf kecil harus membantu orang tua bekerja agar bisa makan.
Meski sedih, Abu Yusuf berusaha menaati keinginan ayahnya. Ternyata ketidakhadiran Abu Yusuf disadari gurunya Imam Abu Hanifah. Sang guru mencari-cari hingga Abu Yusuf kembali ke majelis ilmu. Setelah murid-murid lain pulang, sang Guru memberikan uang sebanyak seratus dirham karena tahu Abu Yusuf membutuhkannya. Guru yang luar biasa ya? Selain berilmu juga murah hati ….
Tidak berselang lama, ayah Abu Yusuf yakni Ibrahim bin Habib, meninggal. Kehidupan Abu Yusuf semakin sulit. Ibunya kini menjadi tulang punggung keluarga. Sang ibu mengirim Abu Yusuf untuk bekerja membantu tukang cukur. Dalam cerita lain dikirim ke seorang pencuci baju. Bukannya enggan berbakti kepada orang tua, tetapi Abu Yusuf tidak bisa membendung kecintaan dan kerinduan kepada majelis ilmu. Ibunya tidak rela. Setiap kali Abu Yusuf pergi bekerja, sang Ibu mengikuti dari belakang. Sesampainya di majelis Abu Hanifah, sang ibu mengajaknya kembali bekerja.
Ibunya berkata kepada Abu Hanifah, “Anak ini tidak seperti yang lain, ia anak yatim, perlu bekerja untuk mendapat sepeser uang, agar bisa menghidupi dirinya sendiri.” Kejadian ini terus berulang.
Abu Hanifah tidak tinggal diam. Beliau mengetahui semangat Abu Yusuf untuk belajar. Beliau meminta ibunya merelakan Abu Yusuf belajar. Beliau berkata, “Biarkanlah ia, ia akan belajar makan pudding yang dibubuhi keju.” Dalam cerita lain puding dilumuri kacang. Kala itu, makanan semacam tadi hanya bagi para pejabat. Mendengar perkataan itu, sang Ibu berkata sinis. “Dasar kamu Ustadz yang suka mengigau. Mana mungkin anak orang miskin mencicipi makanan mewah seperti itu!”. Akhirnya Abu Yusuf tetap belajar. Kebutuhan hidup dipenuhi sang Guru.
Ketika sudah besar, Abu Yusuf menjadi ulama handal. Dikenal dari rakyat kecil hingga para raja. Suatu hari, ia diundang Khalifah Harun Arrasyid. Di meja makan, dijamu makanan berupa pudding dibubuhi keju. Melihat itu, Abu Yusuf tersenyum. Khalifah merasa heran, kemudian bertanya. Semula Abu Yusuf enggan bercerita. Karena Khalifah terus mendesak, akhirnya beliaupun bercerita masa lalunya. Sang Khalifah terkesima mendengarnya. Allahu akbar! Benar ya pepatah Arab: Siapa yang sungguh-sungguh, dialah yang akan berhasil.
Khalifah kemudian berkomentar, “Semoga Allah سبحن الله وتعلى merahmati Abu Hanifah. Ia bisa melihat dengan hatinya, sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh matanya.”
Man jada wa jadda..masyaaAllah