Bunda, Allah Itu Siapa?
Bila kulontarkan pertanyaan seputar Allah SWT sebagai Khalik pada sulung untuk menstimulus aqidahnya, ia memperlihatkan sikap apatis. Lompat-lompat atau pergi atau berkata “Ga tahu!”.
Di sekolah, pertanyaan seputar ini terus diulang. Tentu teman-teman yang lebih senior darinya sudah fasih menjawab. “Siapakah yang menciptakan tangan dan kaki kita?” “Allaaaahhh (SWT),” jawab mereka serempak. Stimulus yang intens ini rupanya lama kelamaan mengendap dan menimbulkan interest dalam benak sulung.
Sekitar satu bulan ke belakang, di malam Jum’at. Sudah menjadi jadwal rutin. Di Kamis malam, aku menyalakan radio dengan gelombang 102,7 FM. Ya, jadwal kajian Tauhid dari KH. Abdullah Gymnastiar. Namanya kajian tauhid, tentu kata yang sering terucap adalah “ALLAH (SWT).” Hingga terlontar sebuah pertanyaan keluar dari mulut mungilnya.
“Bunda, Allah itu siapa?”
Yup. Inilah pertanyaan yang ditunggu-tunggu. Aku menunggu pertanyaan itu keluar dari dirinya sendiri. Ini pertanda akalnya mulai berpikir. Pertanyaannya pun tepat, “Siapa” bukan “Apa”. Ini juga pertanda bahwa sulung tahu Allah (SWT) bukan benda. Tidak ingin hilang kesempatan, langsung kuraih tangannya, mengajaknya berbaring agar lebih rileks.
“Allah adalah yang menciptakan mata Muqri’, menjaga mata Muqri’ hingga bisa melihat dengan jelas hal yang indah-indah. Allah adalah yang menciptakan hidung Muqri’ hingga bisa menghirup udara segar. Allah adalah yang menciptakan dua telinga Muqri’ hingga bisa mendengar dengan jelas saat Bunda mengaji. Allah adalah yang menciptakan mulut Muqri’ hingga bisa makan yang enak-enak dan mengaji. Allah adalah yang menciptakan tangan Muqri’ hingga bisa meraba dan mengelus-elus Haidar. Allah adalah yang menciptakan kaki Muqri’ hingga bisa melompat dan berlari. Allah yang menciptakan Muqri’, Haidar, Bunda, Ayah. Allah yang menciptakan semua binatang dan pohon. Ada yang bisa dimakan, ada yang tidak bisa. Semuanya Allah ciptakan untuk kita, manusia. Allah baik kan?”
Sulung pun mengangguk.
“Allah sudah baik pada kita. Maka apa yang harus kita lakukan kalau ada yang baik pada kita?”
“…”
“Tentu melakukan apa yang ia sukai supaya ia senang kan?”
Sulung kembali mengangguk. Kali ini lebih kuat. Pertanda membenarkan dengan sangat yakin.
“Apa saja yang Allah sukai?”
“Sholat, mengaji…” jawabnya menirukan apa yang sering ia dengar di sekolah.
“Kalau begitu, yuk kita mengaji.”
Malam itu pun kami tutup dengan membaca surat ‘Abasa dan An-Nazi’at. Sulung mengikuti hingga lelah dan terlelap.
Alhamdulillah malam yang indah.
Allah, jadikanlah kami menjadi bagian keluargamu.
Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatina qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaaman (Al-Furqon [25]: 74)
__________________________
Milda Nurjanah
#Canting
0 Comments