Menulis Hingga Kedua Matanya Buta
Ini adalah kisah Ya’qub bin Sufyan.
Lahir di penghujung tahun 190 H pada masa Harun Alrasyid. Bernama asli Ya’qub bin Sufyan al-Fasawy. Al-Fasawy diambil dari sebuah nama kota Fasa di Negeri Persia. Sering dipanggil juga dengan Ya’qub bin Abi Muawiyah.
Sejak kecil, Ya’qub sangat mencintai ilmu. Karena cintanya, ia rela melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkannya. Hampir semua negeri Islam tempat tinggal ulama dikunjunginya. Tidak tanggung-tanggung, gurunya tidak kurang dari seribu ulama dari berbagai negeri. Pantas pada masa dewasa, ia dikenal sebagai ahli hadis, perawi hadits yang terpercaya.
Jauhnya perjalanan yang beliau tempuh untuk mendapatkan ilmu, juga banyaknya guru yang ia kunjungi. Sudah pasti pula banyak suka dukanya. Banyak peristiwa berkesan yang dialami. Salah satunya, seperti yang ia ceritakan sendiri.
Ya’qub mengembara ke negeri yang jauh untuk memburu ilmu. Saat itu, perbekalannya semakin menipis. Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya untuk terus berjalan. Mencari ulama agar bisa menimba ilmu darinya.
Sebagaimana sebuah perjalanan, ada waktu istirahat, ada waktu menginap. Bagaimana Ya’qub memanfaatkan waktu selama perjalanan? Pada siang hari di atas kendaraan, ia banyak menghabiskan waktu untuk membaca. Padahal kendaraan waktu itu adalah bighal atau keledai. Kayak gimana rasanya ya?
Saat malam tiba, ia mencari tempat menginap yang nyaman. Kemudian menyalakan lentera lantas menulis. Baik menulis hadis yang dihafal, menyusun buku, atau mencatat apa saja yang ia pelajari dari guru yang pernah ditemui.
Suatu malam, seperti biasa ia menulis di bawah penerangan lentera. Kala itu musim penghujan. Udara dingin. Tanpa diduga, ada percikan air yang mengenai kedua matanya. Ia merasakan perih. Ketika membuka matanya, ternyata tidak lagi bisa melihat apa-apa. Sedih tidak? Tentu saja. Apalagi saat itu jauh dari sanak saudara. Sendirian tanpa teman. Lebih menyedihkannya, ia tidak bisa membaca dan menulis lagi. Kesedihan ini kemudian diadukan ke hadapan Allah. Terus berdoa agar diberi jalan keluar
Saat tidur, dalam mimpinya bertemu dengan Rasulullah yang seakan-akan memanggil kemudian bertanya. “Wahai Ya’qub, apa yang membuatmu menangis?” Ya’qub menjawab, “Wahai Rasulullah, aku telah buta dan tidak bisa belajar lagi.” Rasulullah berkata, “Mendekatlah kepadaku.” Ia pun mendekat, lalu Rasulullah seakan membaca doa tertentu, kemudian mengusapkan tangannya ke kedua mata Ya’qub.
Saat terbangun, ternyata matanya sudah pulih kembali. Alangkah gembiranya. Ia pun semakin bersemangat demi mensyukuri nikmat Allah yang telah mengembalikan penglihatannya. Ia semakin rajin menggunakan matanya untuk membaca dan menulis. Kalau teman-teman, menggunakan mata untuk apa?
Apa yang dilakukan ketika waktu lapang? Kisah Ya’qub bin Sufyan tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa dengan mengingat Allah pada waktu lapang, maka Allah ingat kita di saat sempit. Selain itu, selagi Allah menganugerahkan mata kepada kita, pergunakan untuk belajar, beribadah, beramal saleh. Sebab itu tanda syukur. Bukan menonton film di internet teruuss ….
Terakhir, seperti kata ulama, untuk mendapatkan ilmu itu memang perlu melakukan perjalanan.
العِلْمُ يؤتى ولَا يأتِي
“Ilmu itu didatangi, bukan ditunggu kedatangannya.”
0 Comments