Akhirnya Mereka Pun Bergegas Salat Ke Masjid
Manusia mau bergerak bila ada pendorong. Pendorong atau motivasi itu bisa berupa materi semacam hadiah, bisa berupa ekspresi kasih sayang secara fisik semacam pelukan dan ciuman, bisa berupa pujian, bisa juga berupa ancaman.
Semuanya boleh dilakukan. Semuanya diajarkan dalam Alquran; demi menjaga lurus dan taatnya manusia; demi selamat kehidupan dunia dan akhiratnya.
Anak-anak juga manusia. Mereka bukan robot yang tinggal disetel on dan akan langsung bergerak karenanya. Mereka perlu dimotivasi. Mereka perlu ditanamkan persepsi.
Di antara sebaik-baik motivasi adalah motivasi akidah (dalam istilah lain disebut motivasi ruhiyah atau motivasi berbasis fitrah).
***
Malam itu dua putra saya, Muqri dan Haidar, enggan untuk melaksanakan salat.
“Ayo, siapa yang mau beramal saleh memberikan pahala buat Bunda?” tanya saya.
Keduanya bergeming.
“Allah itu Mahabaik; lebih baik dari seorang ibu terhadap anaknya. Kala kita beramal saleh, pahala akan terus mengalir untuk yang memerintahkan tanpa mengurangi pahala yang mengamalkan. Beda dengan berbagi makanan, seperti Bunda suka menyuapi anak-anak Bunda. Bisa jadi saat makanan di piring sudah habis, Bunda ataupun anak-anak Bunda masih merasakan lapar,” terang saya.
“Nah, amal saleh yang kita lakukan dengan benar dan ikhlas akan Allah balas dengan pahala. Pahala itu nanti akan berubah menjadi beragam kenikmatan di surga.”
Saya melanjutkan, “Nanti saat mau masuk surga, Bunda akan disambut dengan salam. Salaamun qaulan min Rabbi ar-rahiim. Lalu Bunda ditunjukan sesuatu oleh Malaikat, ‘Kepada Bu Milda, silakan langsung masuk menuju istana di Surga,’. Bunda akan tercengang dan bertanya, ‘Apa gerangan yang membuat saya mendapatkan ini?’. Malaikat mengabari bahwa itu adalah buah dari amal saleh yang telah Bunda perbuat semasa masih di dunia. Itu pahala yang terus mengalir dari amal saleh ananda Haidar, Muqri, Aafiya dan anak-anak yang Bunda ajarkan untuk beramal saleh juga.”
Mereka menyimak dengan saksama.
“Terus Bunda masuk. Bunda diberi jubah kehormatan. Bunda duduk di atas singgasana. Kemudian datang lagi malaikat membawa aneka buah-buahan. Ketika Bunda tanyakan apakah ada durian di sini, ternyata ada. Buahnya langsung tersedia siap santap, tanpa harus mengupas sendiri dulu sehingga tidak perlu khawatir tertusuk duri. Bunda bertanya lagi, ‘Kalau ini pahala dari mana?’ Malaikat menjawab, ‘Dari ananda Haidar. Karena dialah yang paling bersegera melakukan amal saleh,’.”
Putra kedua terlihat tersipu.
“Ayo siapa yang mau memberikan pahala terbanyak buat Bunda?” saya memberikan stimulus lanjutan.
Keduanya bergegas mengambil wudu dan berangkat untuk salat ke mesjid. Malam itu dingin agak menusuk dan ayahnya sedang tidak ada. Mereka berangkat berdua.
Sekembali dari Mesjid, si sulung teringat bahwa malam itu ada jadwal selawatan bapak-bapak di madrasah samping rumah.
“Kalian boleh ke sana kalau mau tambah pahala.”
Keduanya kembali berangkat.
Selesai selawatan, putra kedua berkomentar, “Bunda, selawatan di sini mah nggak ada makanan. Cuma ada mie aja.”
“Ya nggak apa-apa. Kan emang buat dapat pahala,” timpal saya.
***
Begitulah. Menanamkan persepsi memang tidak cukup satu kali. Terlebih kepada anak yang memang menjadi kewajiban kita untuk memberinya berbagai ilmu dan informasi. Wallahu a’lamu. [] Milda Nurjanah
0 Comments