Habis Bekal Menggadaikan Sandal
Ini adalah kisah Imam Ahmad bin Hambal
Imam ini merupakan salah satu dari empat imam besar yang banyak pengikutnya. Nama aslinya Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Lebih sering disebut Ahmad bin Hambal. Lahir pada tahun 164 H. Saat berusia tiga tahun, ayahnya meninggal. Di cerita lain bahkan mengabarkan Ahmad bin Hambal sudah yatim sejak lahir. Dengan sabar sang ibu mengasuh dan mendidik. Ahmad kecil juga patuh kepada ibu salihah ini. Sang ibu menanamkan cinta terhadap ilmu terutama Alqur’an.
Sejak kecil ia sudah akrab sekali dengan Alqur’an. Ia juga cinta menulis. Kecintaannya membuat Ahmad bin Hambal hafal Alqur’an sebelum dewasa. Di cerita lain ia hafal sejak dalam gendongan ibunya! Wow! Kecintaan terhadap menulis membuatnya dikenal sebagai anak yang tulisannya paling bagus disbanding teman-temannya. Pena dan tinta hampir-hampir tidak pernah lepas. Teman-temannya hingga dibuat bertanya sampai kapan akan terus dibawa. Ia menjawab, “Akan kubawa pena sampai liang kubur.” Artinya, beliau bertekad untuk menuntut ilmu sampai mati.
Benar sekali apa yang dikatakan Imam Hasan Albishri,
التَّعَلُّمُ فِيْ الصِّغَرِ كالنَّقْشِ عَلى الحَجَرِ والتّعَلُّمُ فِي الكِبَرِ كانَّقْشِ على الماءِ
“Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Dan belajar di waktu dewasa bagaikan mengukir di atas air.”
Jadi, selagi masih usia anak-anak, menghafal itu lebih mudah. Ketika sudah hafal, juga lebih melekat. Buktinya ya Imam Ahmad bin Hambal ini. Tidak hanya Alqur’an, ia juga hafal satu juta hadis!
Ahmad bin Hambal memiliki banyak guru, yang paling ia banggakan dan cintai adalah Imam Syafi’i. Setiap malam usai tahajud, ia selalu mendoakan gurunya tersebut. Kalau kamu, suka mendoakan guru siapa saja?
Tidak hanya duduk-duduk di rumah untuk mendapatkan ilmu, ia juga berburu ke seluruh pelosok negeri yang di sana ada ulama. Pengembaraan ilmu dimulai pada usia lima belas tahun. Setiap kali mendapatkan hadis, beliau mencatatnya.
Ia memiliki sifat rendah hati. Meskipun ilmu dan hafalan telah banyak, ia tidak malu belajar pada orang yang lebih sedikit ilmunya bahkan belajar bersama santri-santri yang lebih muda. Pernah suatu hari, ada sebuah majelis ilmu. Para santri berlarian agar tidak terlambat. Ahmad bin Hambal yang tidak lagi muda ikut berlari.
Ia juga dikenal memiliki keteguhan hati. Jika sudah berkeinginan, maka akan berusaha sekuat tenaga mendapatkannya. Tidak mudah mundur atau berubah keinginan. Seperti keinginan beliau belajar kepada seorang ulama di Yaman yang bernama Imam Abdur Razzaq. Di tengah perjalanan singgah terlebih dahulu di Mekkah. Ketika tawaf, teman perjalanannya mengabari bahwa ia melihat ulama tersebut. Temannya mengusulkan agar langsung saja menimba ilmu saat di Mekkah. Mengingat bekal mereka sudah menipis. Akan tetapi Ahmad bin Hambal menolak dan memutuskan tetap pergi ke Yaman.
Dalam perjalanan menuju Yaman, banyak sekali ujian dan cobaan yang beliau hadapi. Namun, hal itu tidak membuat beliau berkecil hati apalagi putus asa. Ujian apa misalnya? Bepergian pada masa dahulu tidak seperti sekarang. Mudah mendapati warung, tempat istirahat dan lainnya. Dulu, yang ada hanya padang pasir tandus. Ketika di perjalanan, ia dan temannya kehabisan bekal. Demi mendapatkan roti, ia melepas sandal satu-satunya kemudian ditukar dengan roti. Akhirnya, ia melanjutkan perjalanan dengan bertelanjang kaki. Maa syaa Allah!
Bekal telah habis, sandal telah digadaikan. Meski begitu, Ahmad bin Hambal adalah orang senang menjaga kehormatan dan tidak suka merepotkan orang lain. Ia tidak suka menerima bantuan secara cuma-cuma. Ketika masih dalam perjalanan menuju Yaman, ia bertemu dengan sekelompok orang yang membawa unta. Ahmad bin Hambal menawarkan jasa menjaga unta dengan syarat mengantarkannya hingga Shan’a, ibu kota Yaman.
Ujian dalam menuntut ilmu tidak hanya sampai di situ. Ketika belajar di Yaman, baju-bajunya dicuri orang. Bersisa yang dipakai saja. Keadaan ini membuatnya malu keluar sehingga sudah beberapa hari tidak ke majelis ilmu. Teman-teman sesama majelis merasa heran. Hal ini mendorong mereka menengok Ahmad bin Hambal. Alangkah kagetnya teman-teman. Mereka kemudian berinisiatif memberikan beberapa keping emas. Kalau kita sedang kesusahan kemudian ada yang membantu, biasanya langsung diterima bukan? Tetapi, ya tadi. Imam Ahmad bin Hambal sangat menjaga kehormatan diri. Ia mengambil secukupnya saja. Sekitar satu dinar saja. Itu pun dibalas dengan menuliskan hadis untuk teman-temannya. Barokallahu fiik
Sifat yang dimiliki membuatnya disegani dan dihormati. Perjuangannya menuntut ilmu membuatnya menjadi ulama besar, rujukan banyak orang. Mau seperti beliau? Yuk, ikuti kesungguhan beliau mencari ilmu!
0 Comments