Belajar Berkisah dari Master of Story Teller
Oleh:
Ummu Tsabit | #CatatanUmmu2Ts

Berkisah menjadi salah satu hal menyenangkan bagi saya saat membersamai anak-anak di sekolah dan di rumah.
Di sana (saat berkisah, red.) saya bisa menyampaikan pesan bermakna seperti penanaman nilai akidah dan akhlak agar anak menjadi berkepribadian Islam, melalui alur cerita menarik dan intonasi yang menyesuaikan dengan masing-masing peran serta puncak peristiwa yang terjadi dalam sebuah kisah.
Dalam racikan kurikulum di sekolah berbasis akidah Islam, penekanan kisah yang harus disampaikan adalah sirah nabawiyyah (sejarah nabi), tarikh (peristiwa-peristiwa masa lalu, red) para sahabat dalam alur periwayatan yang sahih, serta kisah-kisah para ulama besar yang karya emasnya terukir sepanjang zaman. Tentu dalam mengisahkannya harus didukung dengan sumber literasi yang sahih (sekalipun untuk anak usia dini).
Dalam berkisah ini kita dituntut untuk memiliki skill tertentu. Untuk memenuhi itu, saya berkesempatan belajar kepada “Master of Story Teller” yaitu @BambangBimoSuryono atau yang dikenal sebagai Kak Bimo. Beliau adalah ‘Master’-nya para pendongeng nasional yang pernah memecahkan rekor MURI dengan melakukan riset terhadap sumber-sumber kisah Islam.
Narasumber lain selain Kak Bimo juga ada Bunda Inge (Storyteller dan Pembuat Lagu).
Dalam keterbatasan, saya berusaha untuk mencatat materi workshop “Bagaimana Berkisah tanpa Menggurui”, karena dibarengi keaktifan dua anak saya yang turut menyertai saat workshop yang dihadiri oleh lebih dari 1200 peserta tersebut berlangsung (21/03/2021).
Berikut beberapa poin yang bisa kembali saya ulas dalam bahasa yang saya pahami:
Kak Bimo terlebih dahulu menyampaikan pengertian sebuah cerita, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan kembali kepada orang lain.
Cerita itu terbagi ke dalam dua bagian:
- Cerita/kisah nyata (sejarah, testimoni, pengalaman)
- Cerita/kisah tidak nyata (dongeng, fabel, dll.)
Dalam berkisah, ada dua poin yang harus diperhatikan, yaitu:
- Materi yang bagus
- Cara penyampaian yang bagus
Catatannya:
- Jika sebuah kisah baik/bagus disampaikan dengan cara yang buruk, maka akan sangat membosankan anak-anak untuk mendengarkannya. Alat peraga dan intonasi yang disajikan sedemikian rupa akan membuat anak fokus pada isi sebuah kisah. Di sanalah kesempatan orangtua untuk menanamkan nilai akidah dan akhlak dengan tanpa menggurui.
- Jika sebuah kisah buruk disampaikan dengan baik, maka itu berbahaya loh. Mengapa? Karena hal tersebut akan memberikan pesan-pesan buruk kepada anak. Anak akan dengan mudah meniru dan mengambil pesan buruk dalam kisah tersebut.
Sebagai orangtua, kita wajib untuk menyampaikan kisah-kisah teladan yang baik bagi anak-anak kita. Saat ini banyak sumber literasinya. Jangan sampai generasi Islam salah dalam memilih idola yang sesungguhnya. Kenalkan mereka terhadap tokoh-tokoh Islam yang nyata telah mengukir tinta emas dalam sejarah peradaban manusia seperti Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya.
Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Jangan mengenalkan mereka terhadap sosok fiktif superhero, karena dengan demikian generasi muslim tidak akan memiliki pribadi yang bertanggungjawab, mampu memimpin, teguh dalam membela kebenaran, berani untuk membela agama Allah, percaya diri dalam berdakwah serta tidak akan bisa mengajak pada kebaikan dan lain sebaginya.
Bunda Inge memberikan ilmu beliau dalam mempersiapkan diri untuk berkisah. Salah satunya adalah membuat “Gunung Cerita”. Bak gunung, maka alur kisah harus mampu membangun sebuah kisah menjadi bernilai.
Lima poin yang harus diperhatikan dalam membuat alur kisah, adalah:
- Siapa tokoh yang ada dalam kisah, di mana dan kapan terjadi?
- Memunculkan cikal bakal masalah/konflik/peristiwa dalam kisah.
- Semakin memuncakkan konflik/memunculkan emosi tokoh.
- Penyelesaian kisah/solusi masalah.
- Akhir/kesimpulan kisah dan penekanan pesan dalam kisah.
Catatannya adalah, selama berkisah kepada anak-anak, kita harus jujur. Jangan pula berkisah saat kita lelah karena itu hanya akan melewatkan pesan bernilai yang ingin disampaikan. Saat berkisah kepada anak, jadikan sebagai waktu untuk berkata dari hati ke hati, mewujudkan kedekatan emosional antara anak dengan orangtua, dan anak dengan guru.
Karena berkisah adalah cara terbaik kita untuk mengikat kasih dengan mereka. []
0 Comments