Yang Tak Ingin Kutinggalkan
ミルダさん
この数ヶ月の間に、色々教えてくれて、どうもありがとうございました。初めての頃は本当にイスラームのことがぜんぜん分からなくて、質問に上手く答えられなくて、スミマセンでした。でも何回か勉強会をやっているうちにイスラームの基礎のことが分かるようになってきたと思うし、サラーの仕方も覚えられることができました。
ミルダさんはパソコンで説明してくれたり、ホワイトボードで書いてくれたりしてくれたおかげで、分かりやすく自分の中に入ってきました。だけど、時には、サボっちゃって、あんまりミルダさんの話を聞いてなかったり、ノートもしっかり書かないとかもあって、本当にスミマセン。思うと、そんな日が何回もあったような気がします。ごめんなさい。でもそんなことがあってもしっかりと教えてくれて、ありがとうございました。インドネシアに行ってしまっても、元気でいてください。そして、また日本へ来て下さい。
その時はいつでも待っています。
たくさんの事を教えていただいて、本当にありがとうございました。
キランより
Sepucuk surat yang baru aku terima dari salah seorang adikku di sini. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kurang lebih bermakna seperti ini:
Teh Milda
Terima kasih telah mengajarkan banyak hal selama beberapa bulan ini. Di awal-awal, mohon maaf karena sama sekali tidak tahu tentang Islam, juga tidak bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Namun, setelah beberapa kali belajar saya menjadi paham ilmu-ilmu dasar Islam dan cara mengerjakan sholat.
Teh Milda menjelaskan dengan menggunakan komputer, menulis di whiteboard, sehingga mudah dipahami. Tapi mohon maaf, terkadang, saya meleng tidak begitu menyimak perkataan Teteh Milda , tidak mencatat dengan baik. Kalau dipikir, rasanya hari-hari seperti itu terulang beberapa kali. Mohon maaf. Akan tetapi, meski terjadi demikian, terima kasih tetap mengajari kami dengan baik. Walaupun akan pergi ke Indonesia, jaga kesehatan ya. Terus, datang lagi ke Jepang ya. Kami selalu menunggu.
Terima kasih sekali telah mengajarkan kami banyak hal.
Dari Kiran
Adikku ini masih kelas enam sekolah dasar. Kakaknya kelas tiga sekolah menengah. Aku masih ingat ketika pertama kali berhadapan dengan mereka. Darimana harus memulai, bagaimana cara menyampaikan yang disesuaikan dengan kemampuanku sendiri. Ketika aku coba tanya ini itu, satu hal yang mulai kumengerti. Meskipun ketika telah mengerti, terasa ada ludah pahit yang kutelan. Satu hal itu adalah, pengetahuan mereka tentang Islam adalah nol. Bagaimana tidak pahit, di tengah usia mereka yang mendekati bahkan telah ada yang baligh, saat mereka harus mempertanggung jawabkan sendiri setiap perbuatan dan perkataan mereka, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, apa yang harus dijauhi. Mereka tidak tahu apa yg harus dibaca, apa makna bacaan itu.
Aku memutar otak bagaimana caranya bisa menyampaikan ilmu Islam yang sedikit sekali kuketahui, dengan keterbatasan kemampuan yang kumiliki. Bila penjelasan tak bisa terurai dalam kata-kata, maka papan, dan spidol bekerja. Sendiri pun merasa bosan dengan cara penyampaian yang sama, power point pun ikut meramaikan. Bicara satu pihak selama satu atau satu setengah jam, baju bagian punggung basah. Keringat sebesar biji jagung tak hentinya bercucuran. Serasa seharian berpidato di depan khalayak ramai. Aku melihat kening mereka yang sesekali mengerut. Merasa sudah sebaik mungkin menjelaskan, ketika ditanya balik malah salah tangkap. Bila sudah pada batas itu, maka tangan dan kaki pun beraksi. Alias bahasa tubuh.
Adik-adikku, ketika pertama kali aku tanya suka mengerjakan sholat, tentu jawabannya tidak. Maka kugiring mereka berwudhu, memanjangkan lengan baju, menyuruh mereka mengikuti gerakanku. Mengejakan pada mereka bacaan sholat ayat per ayat. Hingga perlahan kubujuk mereka menjaga kewajiban lima waktu itu. Awal-awal tentu tidak langsung rajin. Berbenturan dengan jadwal sekolah, dsb.
Adik-adikku, saat kutanya sejak kapan berpuasa, jawabannya tidak pernah. Tahu tata cara sholat ‘ied? Tentu tidak.
Adik-adikku, bila ditanya tentang pengetahuan Islam, boleh jadi tak tahu apa-apa. Akan tetapi, bila ditanya mengenai keyakinan mereka memilih Islam, kulihat kemantapan mereka saat menjawab. Barangkali itu pula yang membuat mereka cepat berkembang.
Selain miris, ada rasa syukur yang menyelinap ke ruang hatiku. Bersyukur karena di masa kecil ada ustadz dan ustadzah yang mengejakan alif ba ta tsa. Bersyukur ada orang tua yang membiasakan sholat lima waktu. Bersyukur ada surau. Yang kusedihkan adalah minimnya pengajar Islam di sini.
Teman-temanku, bila negeri Jepang ini menyilaukanmu, tersilaulah karena pahala amalan ini. Tak sedikit yang merasa kehausan, namun penawar dahaga Islam itu sungguh terbatas adanya.
Adik-adikku, semoga Allah memberikan pengganti yang jauh lebih baik dariku.
______________________
Milda Nurjanah
Ueda, 26 September 2009
0 Comments