Forgiveness As The Gift
Ini adalah esai terakhir dari serial pensyarahan poin-poin penting dalam Hijrah Inner Child. Sebuah uraian dari poin Forgiveness. Selamat membaca! (Redaksi)
Oleh: Ibu Auf Afrin
Tulisan kali ini merupakan alur terakhir dari upaya membereskan inner child.
Berdamai dengan masa lalu, meski tidak mudah, namun sangat mungkin untuk ditempuh. Memang akan sulit untuk sampai pada tahap forgiveness jika alur awereness dan acceptance tidak ditempuh. Tertatih-tatihlah kita untuk bisa memaafkan jika tidak didahului kesadaran dan penerimaan yang utuh.
Mari kita hadirkan lagi alur sebelumnya agar proses pemaafan menjadi hal yang ringan untuk dilakukan.
Awareness mengajak kita menjadi pribadi yang memainkan dua hal, yakni fokus dan nalar. Kita sepakat bahwa inner child yang negatif adalah objek yang ingin kita bereskan. Fokus perhatian memberikan informasi tentang inner child negatif kita. Karena di dalam otak, kita memiliki memori tentang bagaimana bentuk inner child yang negatif tersebut, maka memori itu akan dipanggil kembali (recalled) oleh otak.
Setelah memori tersebut dipanggil kembali (recalled), maka akan terjadi proses “nalar” sehingga ketika fokus perhatian bertemu nalar, maka kita mendapatkan sebuah pengalaman: kita mengetahui bahwa inner child tersebut negatif, salah dan berdampak buruk.
Acceptance mengajak kita untuk mengakui dan menerima. Mengakui berarti menyadari dan menyetujui bahwa ada permasalahan dengan inner child kita. Sedangkan menerima berarti mengetahui ada hal yang bisa diubah dan tidak bisa diubah dari inner child kita (bersikap qanaah). Misal, kita tidak mungkin bisa mengubah inner child dengan memilih orangtua biologis seperti apa yang kita kehendaki. Namun, kita bisa memilih untuk meningkatkan hubungan kasih sayang dengan cara seperti apa terhadap orangtua kita.
Sampai pada alur ini, inner child yang negatif sudah mampu kita ungkap dan terima sepenuhnya. Tinggal satu alur berikutnya yang akan menyempurnakan di ruang yang mana inner child negatif harus ditempatkan.
Forgiveness (pemaafan) memiliki aturan main tersendiri. Ia hendaklah merupakan:
- Pilihan yang disengaja
- Lahir dari sebuah prinsip hidup
- Proses yang berlangsung sepanjang hidup
- Pilihan yang bernilai tinggi
- Bentuk latihan kebaikan
- Bentuk ketaatan terhadap norma hidup
Serta forgiveness (pemaafan) bukanlah:
- Melupakan kesalahan
- Membiarkan kesalahan berlanjut
- Menolak kesalahan
- Membiarkan orang lain menyakiti kita
- Simbol kelemahan diri
Aturan main dalam forgiveness (pemaafan) bagi seorang muslim, yakni tobat. Ini merupakan hadiah spesial bagi kita.
Mengapa?
Karena dengan pemaafan, kita akan merasa bebas dan mulai memiliki ketertarikan untuk menciptakan makna yang baru dari pengalaman pahit yang sempat kita rasakan di masa lalu. Kita bisa mengenali pelajaran berharga yang kita dapatkan dari perasaan sakit yang dialami, dan bahkan mengambil keuntungan dari perubahan sikap kita dalam memandang dan berperilaku terhadap orang lain.
Cara untuk memaafkan masa lalu adalah dengan sadar dan menerima bahwa diri kita pernah berbuat salah. Selain itu kita juga mengakui bahwa ketika itu kita memang orang yang bersalah serta menerima konsekuensi dari perbuatan kita. Kita telah cukup menderita akibat kesalahan kita. Sekaranglah saatnya bagi kita untuk (mengusahakan, red.) bahagia dan memulai semuanya dari awal dengan memperbanyak perbuatan yang bernilai positif.
Kini, kita tengah menjadi orangtua. Ada wajah-wajah bersih nan ceria di hadapan kita yang siap kita asuh dan didik. Mereka adalah anak-anak kita. Inner child negatif sudah berada di ruang yang semestinya. Sudah disadari, diterima dan dimaafkan. Tak perlu lagi kecewa dan sedih. Luka di masa lalu usah membayangi saat kita mengasuh dan mendidik anak-anak pada saat ini.
Berikanlah hijrah inner child kita sebagai hadiah terbaik bagi putra-putri kita saat mengasuh dan mendidik mereka 🙂
Wallaahu’alam bish shawab.
One Comment