Peserta Termuda Tahfizh Camp #4
Adalah Muhammad Tsabit Ja’far El-Hakim (Abang Tsabit), anak saya yang baru berusia 17 bulan kurang 1 hari, menjadi peserta termuda pada Tahfizh Camp #4 19-21 April 2019 kemarin.
Pertama kali mengajaknya berkemah bersama siswa-siswi , awalnya saya merasa ragu untuk mengikutsertakannya dalam agenda ini. Namun saya berusaha untuk meyakinkan diri bahwa dia akan baik-baik saja menghadapi udara yang sangat dingin, karena lokasi Tahfizh Camp berada di Area Perkemahan Mandalawangi (di bawah kaki Gunung Gede Pangrango Cianjur).
Selain itu Tahfizh Camp #4 kali ini bertepatan dengan waktu perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu (Perjusami), sehingga terbayang akan sangat panjang dan melelahkan dengan membawa anak sekecil Abang Tsabit.
Namun saya lawan semua kekhawatiran itu, semata karena menginginkannya menjadi pribadi yang kuat secara mental dan fisik. Mental yang harus dibentuk sedari dini, menumbuhkan jiwa sosialnya karena dia akan ikut berinteraksi dengan lebih dari 50 anak sebagai peserta, melatih ‘rasa’ karena dia akan menikmati segarnya udara dan bersahabatnya dengan alam terbuka, dan melatih fisik karena dia akan ditempa oleh suhu yang sangat dingin untuk anak seusianya.
Hari Pertama
Hari pertama bagi kami terasa begitu berkesan tapi juga mencekam. Mengapa? Karena hujan lebat mengguyur seluruh area perkemahan Mandalawangi. Malam harinya beberapa anak mengalami gejala hipotermia ringan yang sempat membuat kami merasa khawatir.
Namun sejak bertekad menyelenggarakan Tahfizh Camp #4 ini di saat musim hujan belum pergi, kami harus siap dengan segala treatment yang akan diberikan kepada peserta dalam segala kondisi. Alhamdulillah, keadaan tersebut bisa kami tangani dengan baik. Anak yang belum terbiasa menghadapi suhu yang sangat dingin, di Tahfizh Camp #4 kali ini mulai merasakan bagaimana ekstrimnya suhu dingin yang belum pernah dialami dalam masa usianya.
Abang Tsabit? Alhamdulillah dia mampu melalui malam di hari pertama Tahfizh Camp #4 ini dengan baik. Suhu badannya cukup stabil, bahkan cenderung tetap hangat karena sebagai ibu saya terus mendekapnya.
Hari Kedua
Agenda Tahfizh Camp #4 kali ini dikemas sedemikian apik dan menarik bagi anak seusia TK dan SD. Beberapa permainan disajikan untuk diikuti anak-anak. Seru dan banjir hadiah makanan.
Track menuju Curug Cibeureum dan Curug Ciwalen pun menjadi agenda yang ditunggu para peserta TK dengan jarak tempuh sekitar 800 meter (25 menit). Anak-anak melewatinya dengan tetap enjoy, karena saat tiba di curug yang mereka lakukan adalah bermain air bersama teman-temannya. Terlebih air terjunnya sangat segar karena bersumber langsung dari pegunungan.
Dalam perjalanan menuju curug Ciwalen, kami disuguhkan dengan lebatnya pepohonan khas hutan belantara. Cukup mencekam, karena jalan setapak yang kami lalui selain merupakan habitat burung-burung hutan yang langka, juga merupakan habitat Macan Tutul. Tapi saya tuntun anak-anak untuk tetap mensyukuri atas karunia alam Maha Indah sebagai ciptaan-Nya ini; menuntunnya untuk selalu mengingat Allah Sang Pencipta.
Bagaimana dengan Abang Tsabit? Dia tetap aman dan nyaman dalam dekapan. Tidak rewel. Dia juga turut menikmati perjalanan menuju curug. Mata bersih nan mungilnya mengintip dari celah-celah gendongan carier sambil sesekali berujar, “Mi… Mi… Umi…“.
Setiba di curug anak-anak bermain air dengan sangat gembira. Terlihat, lelah mereka hilang. Diselingi dengan makan roti yang dibawakan Ibu Guru, mereka santap dengan lahap mengisi kembali tenaga yang sebelumnya sudah terpakai untuk hiking. Sampai-sampai ada seorang anak yang berkata kepada gurunya usai memakan roti, “Bu, boleh berenang lagi yah?“
Tsabit pun ikut bermain air. Meskipun ternyata lama-kelamaan badan mungilnya tampak menggigil. Sebagai ibunya, saya sempat merasa khawatir. Segera saya memberikan treatment kepadanya hingga suhu badannya kembali normal.
Hari Ketiga
Bermain air tetap menjadi agenda andalan yang dinanti anak-anak. Kali ini main airnya di sungai dekat lokasi kami berkemah. Keceriaan kembali tampak di mata mereka. Ah, dunia mereka memang selalu mengasyikan.
Terlihat seorang anak SD yang berani mencari tantangan untuk dirinya sendiri dengan berdiri di atas aliran sungai yang cukup deras. Pengawasan mata pun terus tertuju padanya. Dia memang spesial, selalu mencari tantangan fisik untuk ditaklukkan.
Abang Tsabit? Ah, dia dipaksa untuk menikmati aliran sungai yang sungguh sangat dingin. Memberikan sounding kepadanya bahwa bermain air itu seru. Mungkin karena airnya yang begitu dingin, dia kurang begitu bisa menikmati. Akhirnya, dia pun segera dijemur karena menggigil kedinginan.
Begitulah dunia anak. Selalu seru meskipun sebenarnya itu merupakan tantangan baginya. Terkadang kita sebagai orangtua terlalu khawatir berlebihan. Penuh asumsi hingga akhirnya waktu bagi anak untuk mengambil pembelajaran pun hilang. Hilang kesempatan, kesan dan pembelajaran dalam hidupnya. Ah, sangat sayang sekali. Berikanlah anak kepercayaan agar dia belajar menghadapi segala masalah dan tantangan untuk dia hadapi dan jalani.
Peserta termuda ini semoga menjadi inspirasi, bahwa belajar itu meskipun tak selalu enjoy menurut orang dewasa tapi lihatlah enjoy dalam kacamata anak. Kita harus selalu menanamkan kesan mendalam yang baik bagi anak-anak kita untuk dikenang di masa depan. []
Ummu Tsabit – Sang Petualang Alam
@ Home Sweet Home, di atas tempat yang membuat otot-otot terasa rileks kembali | 22 April 2019
0 Comments