Seni Mendidik dengan Seimbang
Di antara 10 Jurus Mengasuh Anak yang kemarin dijelaskan, adalah mendidik dengan seimbang.
Jurus ini membutuhkan skill memainkan seni tarik ulur. Kapan mengikuti kemauan anak, kapan menahan diri memberikannya. Selain menggunakan insting, orangtua perlu memiliki standar jelas dalam menarik dan mengulur. Standar ini perlu disampaikan pula kepada anak sehingga paham mengapa hal ini boleh ditawar, mengapa hal itu tidak boleh ditawar.
Standar tersebut adalah hukum syara’. Mengapa? Sebab kita Muslim. Ketika anak tidak pandai berolahraga, boleh melonggar. Sebab hukumnya mubah/jaaiz. Seraya terus dipahamkan, olahraga itu penting. Allah SWT mencintai hamba yang kuat badannya. Ketika anak tidak bagus-bagus amat dalam sejarah, boleh melonggar. Ini hukumnya sama. Seraya terus disemangati, bahwa para pemimpin besar umumnya mencintai sejarah.
Sedangkan dalam perkara perintah dan larangan Allah SWT, selain mengenalkan, memahamkan perlahan-lahan juga menyiapkan hingga pada waktunya, mereka amalkan dengan senang hati. Kapan itu? Ketika baligh.
Anak diajarkan bahwa apabila mereka telah baligh, semua amal mereka dicatat, baik yang berpahala maupun berdosa. Sejak usia dini anak dikenalkan waktu salat, dikenalkan gerakan salat. Pada pelaksanaannya belum sempurna mengikuti, tidak mengapa. Masih boleh melonggar. Usia mumayyiz terus diingatkan waktu salat. Mengingatkan salat juga melatih kesadaran dan kedisiplinan. Pada usia prabaligh, anak dipantau hingga pelaksanaannya. Sedangkan ketika telah baligh, mulai orangtua strict. Sebab salat adalah perintah, hukumnya wajib.
Demikian juga dalam hal menutup aurat dan pergaulan. Mengenalkan batasan aurat lelaki dan perempuan. Usia dini masih sesekali belum berkerudung, masih boleh melonggar. Sebab belum tercatat dosa. Seraya terus dipahamkan jika telah baligh, tidak boleh lagi buka lepas. Dibuat juga anak mencintai ketaatan. Menutup aurat membuat mereka terlihat lebih cantik, kepada anak perempuan, dan terlihat lebih berwibawa kepada anak lelaki.
Ketika telah baligh, selain menyiapkan pakaian yang menutup aurat, pastikan mereka mengenakannya ketika keluar rumah. Ini tidak bisa ditawar. Sebab, ini kewajiban. Meninggalkan kewajiban, berdosa.
Mengenalkan batasan pergaulan lelaki dan perempuan. Usia dini lelaki dan perempuan bermain bersama masih wajar. Namun, tetap dibatasi, untuk mandi dan tidur tidak boleh barengan. Sayangnya pewajaran ini terus terbawa oleh orangtua tanpa batas usia. Berdalih bahwa anak zaman sekarang berbeda.
Semestinya, pada usia prabaligh, mereka mulai diajarkan, bergaullah sesuai keperluan yang diperbolehkan syari’at. Ketika telah baligh, orangtua tidak bisa lagi menganggap wajar jika anak lelaki dan perempuan sering bersama-sama. Boncengan berdua. Tantangan orangtua, mungkin karena ada alasan mengerjakan tugas kelompok. Di sinilah peran Ayah diperlukan terutama kepada anak gadis. Ia perlu memastikan bersama siapa, di mana, keperluan apa hingga pulang jam berapa. Sejauh ini, tugas kelompok sendiri sebenarnya masih bisa disiasati tanpa harus sering-sering berkumpul. Jika pembagian tugasnya jelas, sesekali saja diperlukan.
Pada zaman sekarang, menanamkan nilai dan prinsip memang tidak mudah begitu saja diterima anak. Benar. Apalagi pada usia remaja, sedang pada fase kebutuhan diterima lingkungan sebaya, sehingga enggan berbeda. Akan tetapi, demikianlah agama mengajarkan kepada kita sebab menjaga kehormatan adalah wajib, bergaul bebas adalah haram. Pada perkara ini, orangtua tetap strict and stay on the track.
Lantas apalagi yang tidak bisa ditawar? Bagaimana menanamkannya? Di situlah pentingnya orangtua memahami setiap hukum perbuatan manusia. Mana yang wajib, sunnah, jaaiz, makruh dan haram. Di situlah pentingnya orangtua belajar berbagai pendekatan. Mendidik memang tidak bisa mendadak. Belajar menjadi orangtua betulan bukan kebetulan.[] (Diramu dari berbagai sumber)
-Milda Nurjanah-
(Pembina Visi Surga | Pengelola Quranikids School)
0 Comments