Sapa Sapi di Bunikasih
Meski mentari mulai terasa menghangat, udara sejuk masih sangat kami rasakan begitu menginjakkan kaki di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak (BPPIBT) Sapi Perah Bunikasih Kec. Warungkondang ini. Perjalanan jauh nan mendaki tadi, lantas terlupakan dengan pemandangan serba hijau.
Bapak Petugas, para staf dan Akang Teteh PKL sudah siap menyambut kedatangan kami. Segelas susu hangat menyegarkan tubuh sesaat setelah perkenalan di lapang depan kantor. Meski katanya pemerahan susu di sini sudah memakai teknologi, Bapak Petugas tetap mengajarkan kami cara memerah susu dengan tangan.
Ternyata, tidak mudah lho teman-teman. Buktinya, ketika Haidar diberi kesempatan mencoba, meski sudah ditekan-tekan, air susunya tidak kunjung keluar. Eh tapi, Kak Giyas juga mencoba, dan bisa keluar. Apanya yang salah ya?
Segelas air susu cukup mengembalikan kesegaran. Kami lalu diajak mendaki menuju kandang-kandang yang berlokasi di bukit. Ada kandang dara, kandang laktasi, kandang melahirkan dan lain-lain.
Setiap sapi dipisahkan sesuai perkembangannya. Ada sapi siap kawin; sapi ini lebih sering melenguh daripada sapi yang lain. Ada sapi yang usianya baru satu tahun; sapi ini lebih lahap saat makan. Terhadap sapi ini, kami diperbolehkan memberikan makan.
Eh, ada nomor-nomor yang menempel di telinga sapi-sapi di sini. Saat ditanyakan, jawab Bapak Petugas itu adalah untuk identitas sapi agar pada saat mau dikawinkan, mereka bukan kawin dengan saudara sekandung. Ya, semacam agar tidak inses gitu. Kalau sampai terjadi inses, nanti anaknya akan lahir cacat. Nah, nomor-nomor tadi semacam tanda garis nasab. Hihihi, sudah seperti manusia saja ya. Tapi perkembangbiakkan sapi memang mirip manusia lho. Susu sapi bisa keluar ketika mereka sudah melahirkan. Masa mengandung pun sama yaitu sembilan bulan. Di antara mereka, selain ada yang melahirkan normal ada juga yang perlu di-caesar. Jadi bertanya-tanya nih, apakah di antara sapi-sapi itu ada yang namanya Caesar ya? Hehe.
Lain halnya di kandang sapi usia satu tahun, sapi yang berusia sekitar satu atau dua bulan benar-benar harus dipisah kandangnya (per kamar). Katanya, karena mereka masih bayi. Kalau disatukan, mereka bisa ngemut anggota badan rekan sekamarnya. Bisa telinganya, badannya atau yang lainnya.
Di kandang ini, kami diperbolehkan mengelus-elus badan mereka. Eits, supaya tetap steril, kami mengelus-elusnya diwajibkan memakai sarung tangan.
Sapi di kandang ini benar-benar masih bayi. Saat dielus, mereka balas manja seolah merajuk. Geli, takut dan senang bercampur jadi satu. Kata Teh Santi, salah seorang tour guide kami, wajar saja karena mereka sudah dipisahkan dengan induknya begitu mereka dilahirkan. Ehm, kasihan… Kangen mamanya, kayaknya.
Perjalanan dilanjut dengan mengunjungi mama sapi, eh, induk sapi di Kandang Melahirkan. Wuih, sapi di sini gemuk-gemuk. Ya iyalah, karena mereka sedang mengandung. Selain itu, makan mereka memang lebih banyak. Sehari dua kali diantarkan makanan. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan 50 Kg makanan. Jadi, seharian kerjaan mereka bisa cuma memamah biak saja. Kok jadi inget mama di rumah ya? Eh, tapi semua itu demi kesehatan dan tumbuh kembang janin dalam perut.
Tanda-tanda sapi akan melahirkan, sama juga. Mereka akan tampak gelisah. Ketika posisi kepala sapi normal, dibidani satu orang petugas saja sudah cukup. Namun, kalau posisinya tidak pas alias sungsang, empat orang yang membidani juga memerlukan tenaga ekstra. Fiuh, terbayang kan bagaimana mama sapi susah payah mengeluarkan anaknya?
Tidak hanya memanfaatkan susu sapi dan olahannya saja, BBPIB TSP Bunikasih juga memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas. Jadi, kotoran sapi tidak menumpuk begitu saja. Selain hemat karena tidak harus beli gas, tempat sekitar kandang juga menjadi lebih bersih. Soal hemat menghemat, Bu Milda pasti senang nih mendengarnya.
Soal kebersihan, tempat ini memang bersih lho. Setiap kendaraan yang masuk, akan disemprot dulu dengan air disinfektan. Sebelum memasuki kandang, setiap orang harus memakai masker, jas lapis, cuci tangan, dan disarankan untuk memakai penutup kepala. Toilet-toiletnya juga nyaman. Selain terpisah, bersih, wangi, tersedia juga toilet duduk maupun jongkok. Aafiya saja sampai bolak-balik terus. Eh, itu karena nyaman atau beser ya? 😀
Berlanjut ke pembelajaran berikutnya. Ini nih sesi yang ditunggu-tunggu Bu Purnama, eh semuanya deng, yaitu membuat es krim!
Horray, mari kita kembali menuruni bukit!
Susu sapi tidak hanya untuk diminum biasa. Dibuat ke dalam berbagai olahan juga tetap lezat. Dalam 1 liternya, bisa menjadi 12 cup es krim. Selama masih tersedia, boleh-boleh saja mencicipi lebih dari satu cup di sini kalau teman-teman suka.
Jumlah total sapi-sapi di sini ada sekitar 240 ekor. Jenisnya adalah Frisien Holstein asal Belanda. Sapi jenis ini tidak hanya enak susunya tapi dagingnya juga enak. Hidupnya memang harus di tempat yang bersuhu sejuk. Kalau di tempat yang panas, sapinya bisa stres. Tidak akan keluar deh air susunya. Pantas, Bunikasih ini dipilih sebagai lokasi peternakan sapi perah. Udaranya sejuk dan jauh dari ingar-bingar perkotaan.
O iya, tempat ini resmi milik Pemprov Jabar. Sebetulnya ada empat peternakan yang disebar. Ada peternakan unggas, ada peternakan domba di Garut, dan peternakan sapi perah yang berlokasi di Bunikasih ini.
Tidak terasa hari sudah siang. Lelah dan haus mulai menyapa. Udara dingin mungkin juga membuat lapar cepat terasa. It’s lunch time!
Eh, sebelum pulang kami juga dibekali yoghurt. Untuk teman-teman yang mau berkunjung ke sini, sebetulnya tempat ini gratis. Tapi jika ingin mendapatkan paket berupa susu murni (minum di sana), es krim dan juga yoghurt, cukup siapkan saja uang sebesar Rp15.000.
Dengan berkunjung ke BPPIT TSP Bunikasih, selain mendapatkan ilmu, pengalaman seru, juga bisa mencicipi berbagai olahan susu. Puas deh!
O iya, kalau mau membawa oleh-oleh, bisa dengan memesan susu murni juga dalam kemasan per liter. Harganya cuma Rp6500 saja. Yoghurt juga ada dengan harga Rp5000 per botol. Ayo, berkunjunglah ke sini! [] Milda Nurjanah, Selasa 6 Agustus 2019
0 Comments