Mencintai yang Tak Pernah Dilirik
“Agama adalah pembicaraan yang paling saya benci. Tentu karena ketika telah beragama harus mengikuti segala macam peraturannya. Jangankan Islam, agama lain pun tidak pernah saya lirik. Keberislaman saya bermula karena pernikahan. Saya tidak peduli meski harus menjadi seorang muslim, yang terpenting bisa menikah. Meski saat itu saya telah menjadi muslim, saya tidak pernah menghiraukan kewajiban-kewajiban. Hingga suatu hari… Ketika suami mengajak bertandang ke Pakistan. Di sana saya melihat salah seorang saudara suami saya yang sudah sepuh. Tak peduli usia yang telah senja, tak peduli raga yang telah renta, ia masih rajin bekerja. Saat saya tahu motivasi apa yang membuatnya demikian, sungguh saya tidak bisa menutupi rasa kagum. Beliau ingin anak-cucunya bisa mengenyam pendidikan tinggi. Beliau ingin anak-cucunya bisa berguna untuk orang banyak. Itulah motivasi yang beliau miliki sehingga memiliki kekuatan sedemikian berlimpahnya. Selain, karena Islam memang mengajarkan demikian.”
“Kini, sholat lima waktu yang sering dilalaikan, tidak pernah dilewati lagi. Jika terlewati, serasa ada yang hilang. Kini, saya tidak hanya mencukupkan diri dengan menunaikan yang wajib, tetapi perlahan menjalankan yang sunnah pula. Saya sadar belum sempurna, tapi saya akan berusaha sejauh yang saya bisa. Saya bersyukur bisa menjadi muslim. Bertemu dengan orang-orang yang mengagumkan. Mempelajari ajaran-ajaran yang menakjubkan.”

Itu adalah cerita dari teman sepengajian di mesjid baru-baru ini. Benar, ajaran Islam memang bisa melahirkan orang-orang yang menakjubkan bila ajaran itu diajarkan.
Betapa tidak, dalam waktu yang sama, manusia diajarkan untuk berusaha hingga batas kemampuannya juga berpasrah atas segala keputusan Tuhannya.
Bila dunia kagum akan semangat dan kesungguhan orang Jepang, maka sungguh dunia akan lebih dibuat takjub bila bertemu dengan orang-orang Islam yang taat itu. Bila orang Jepang bersungguh-sungguh berdasar demi diri sendiri, keluarga dan negaranya, maka orang Islam bersandar pada sesuatu yang lebih mulia lebih luas cakupannya. Demi bukti sumpahnya sebagai hamba, demi keluarga, demi dunia, demi Tuhannya.
Sungguh aku semakin teryakinkan akan tulisan di bab kedua pada sebuah kitab. Kehidupan manusia, dilingkupi oleh dua lingkaran. Lingkaran dimana hanya berlaku Tangan Tuhan, dan lingkaran dimana selain Tangan Tuhan, juga ada faktor tangan manusia. Semuanya berjalan seimbang. Sungguh bukan hal yang berlebihan bila saudariku itu kini mencintai apa yang tak pernah ia lirik sebelumnya: Islam.
Di sini, orang-orang Jepang yang menjadi muslim memang mayoritas karena pernikahan. Terlepas bagaimana pun awal jalan hidayah yang mereka tempuh, namun aku kagum dan mencintai orang-orang yang kulihat di depan mataku ini. Keistiqomahan mereka, usaha mereka mengenal Islam di tengah kekeringan ilmu, patut diacungi jempol.
Bukankah kita pun begitu? Awal keberislaman memang bukan pencarian sendiri. Namun yang menjadi masalah, sejauh mana kita berusaha mengenal Islam dan menggenggamnya sepenuh hati. Iya kan?
______________________
Milda Nurjanah
Tekuno Sakaki, Ramadhan 1430 H
0 Comments