Melangitkan Mimpi
Pagi 18 Desember kala itu…
Seiring dengan masuknya pesan via WhatsApp yang mengabarkan bahwa naskah lomba esai saya lolos seleksi dan masuk ke tahap presentasi besoknya, tak tau perasaan apa yang harus dimunculkan; entah bahagia atau kecewa. Kecewa karena masih bertepatan dengan acara karantina.
Sesaat setelah pesan itu diterima…
Saat mencoba untuk merenungi apa yang harus saya lakukan, sambil menemani anak perempuan belajar menebalkan huruf Alquran, tiba-tiba Nayla berkata, “Ibu, aku tahu semua perang dalam Islam lho!”
“Oh ya?” respons saya, “Hebat sekali!”
Saya antusias merespons meski tanpa menggali lebih jauh, karena isi kepala saya masih dipenuhi dengan persiapan materi presentasi.
***
Tak lama dari obrolan itu ada seorang guru yang datang menghampiri dengan antusias. “Nay, lihat, ini namanya snipper. Artinya penembak jitu. Dia bisa menembak dari jarak 500 meter dengan tepat meskipun musuhnya ada di balik semak-semak,” ujar guru tersebut sambil menunjuk ke depan.
“Zaman sekarang perang menggunakan alat seperti ini,” tambahnya.
Nayla hanya menatap jauh ke arah yang ditunjuk tanpa berkedip dan berkata sepatah kata pun.
Saya penasaran, kenapa topik yang dibahas seputar itu. Lalu saya bertanya, “Nay, emangnya kalau sudah besar nanti kamu mau jadi apa sih?”
Dia menjawab dengan ringan, “Komandan perang, Bu!”
“Serius?”
“Iya, Aqil juga mau ikut sama pasukannya Nay!” tegasnya sambil menunjuk temannya yang disebut itu.
Mendengarnya, saya dibuat speechless. Mereka bermimpi tanpa takut terjatuh, tanpa peduli apakah itu akan terwujud atau tidak. Yang penting bermimpi!
Saya mencoba melihat ke dalam; melihat diri saya sendiri. Betapa banyak ketakutan yang saya pikirkan terlebih dahulu ketimbang apa yang harus saya lakukan.
Dalam hal ini saya takut tidak sempat melakukan presentasi atas esai saya yang terpilih; takut materi kurang maksimal, takut performa kurang baik, dan masih banyak lagi kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi.
Padahal, ketika ikhtiar sudah diejawantahkan dalam bentuk yang optimal, selebihnya menjadi urusan Allah yang akan menuntaskannya dengan baik menurut-Nya. Tugas kita hanya sebatas memaksimalkan ikhtiar. Berhasil atau tidak, itu menjadi urusan lain.
“Sekeras apapun usahamu, jika Allah tak mewujudkan mimpimu maka harapanmu tak akan pernah bermuara.” ~ Ario Muhammad
Namun yakinlah, ada hari di mana kemenangan itu akan tiba. Saatnya rengkuh ikhtiarmu, agar berjodoh dengan takdir Allah yang indah.
Langitkan mimpi, angkasakan karya. [] Alvi Reina
Ciloto Cipanas, Karantina Tahsin 2018
0 Comments